BAB
IV : TOLERANSI DAN ETIKA DALAM PERGAULAN
A.
SURAH
AL-KAAFIRUUN AYAT 1-6
Surah
al-kafirun termasuk surah Makkiyah. Selain nama al-kafirun, surah ni juga
dinamakan al-Ibadah, ad-Din, dan al-Muqasqisah (penyembuh). Dinamakan
al-Muqasqisah karena kandungannya menyembutkna dan menghilangkan penyakit
kemusyrikan. Tema utama surah ini adalah penolakan usul kaum musyrikin untuk
penyatuan ajaran agama dalam rangka mencapai kompromi.
1) Lafal ayat :
1.
Katakanlah (Muhammad): "Wahai orang-orang kafir,
2. Aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
2) Penjelasan Ayat :
Surah
al-Kaafiruun diturunkan sekaligus sebagi jawaban atas ajaran tokoh-tokoh kafir
Quraisy kepada Nabi Muhammad saw. Mereka itu antara lain Walid bin Mugirah,
al-‘As bin Wa’il as-Sahim, al-Aswad bin Abdul Muttalib, dan Umayyah bin Khalaf.
Mereka mengajak Nabi Muhammad saw. agar mau berkompromi dengan bergantian dalam
menyembah Tuhan. Mereka akan menyembah Tuhan yang disembah Nabi Muhammad Saw.
dalam waktu yang lain, beliau diminta menyembah apa yang mereka sembah.
Surah
al-Kaafiruun merupakan pernyataan yang tegas bahwa Tuhan yang disembah Nabi
Muhammad Saw. dan para pengikut beliau bukan apa yang disembah orang-orang
kafir. Secara tegas, beliau menyatakan bukan penyembah apa yang disembah oleh
orang-orang kafir. Sebaliknya, orang-orang kafir pun bukan penyembah Tuhan yang
disembah Nabi Muhammad Saw., sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Kaafiruun
ayat 1-3. Ayat ini juga menjelaskan tidak mungkin ada titik temu antara Nabi
Muhammad Saw. dan tokoh-tokoh kafir tersebut. Hal itu disebabkan kekufuran yang
sudah melekat pada diri mereka sehingga tidak ada harapan atau kemungkinan,
baik masa kini maupun masa yang akan datang untuk berkerja sama dengan mereka.
Pada
ayat 4-5, ditegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. memiliki konsistensi dalam
pengabdian. Dalam arti, apa yang beliau sembah tidak akan berubah-ubah. Cara
kaum muslimin beribadah adalah berdasarkan petunjuuk Ilahi, sedangkan cara
orang kafir berdasarkan hawa nafsu.
Melalui
surah ini, Nabi Muhammad Saw. ingin mengajarkan bahwa sebagia orang yang
beriman, kita hendaknya memiliki kepribadian yang teguh dan kuat serta tidak
tegoyangkan oleh apa pun. Secara psikologis, diakui bahwa pad diri manusia
terdapat dua kekuatan (sifat). Siafat yang pertama mampu mengarahkan/mengajak
pada kebaikan (nafsu malaikat), sedangkan sifat yang kedua mampu mengajak pada
kejahatan/kemungkaran (nafsu setan).
Surah
al-kaafiruun ayat 6 merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, yaitu untukmu
agamamu dan untukku agamaku. Dengan demikian, masing-masing pihak dapat
melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik tanpa memaksakan pendapat
kepada orang lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing.
Ini
ditegaskan dalam Surah asy-Syuura ayat 15 yang berbunyi :
.......Allah-lah
Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal
kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara
kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".
B. Surah
Yunus Ayat 40-41
Para
Nabi terdahulu sebagai Utusan Allah telah berjuang untuk menyampaikan syiar
Islam. Namun, di antara umat mereka ada yang beriman dan ada yang tetap durhaka
yang akhirnya di azab oleh Allah.
11. Lafat
ayat :
40.
Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya ( Al Quran), dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu
lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
41.Dan Jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), Maka Katakanlah:
"Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu tidak bertanggung jawab
terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun tidak
bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan".
22. Penjelasan
Ayat :
Pada ayat 40, Allah menegaskan bahwa
umat Nabi Muhammad Saw. terbagi menjadi dua dalam menerima Al-Qur’an. Sebagaian
beriman dan sebagian tidak beriman. Mereka yang beriman mau menerima Al-Qur’an,
mengikuti ajaran Nabi Muhammad, dan mengambil manfaat dari risalah yang beliau bawa.
Orang yang tidak beriman selalu mendustakan Nabi Muhammad. Meraka ini akan mati
dalam keadaan kafir dan akan dibangkitkan dalam keadaan itu juga. Allah Maha
Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang benar-benar beriman dan yang berbuat
kerusakan (zalim).
Pada ayat 41, Allah memerintahkan kepada
Nabi Muhammad untuk tetap tegar dalam menghadapi orang-orang yang mendustakan
ajaran beliau. Beliau diperintahkan untuk menyatakan diri bahwa beliau tidak
bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Mereka pun tidak akan bertanggung
jawab terhadap perbuatan beliau. Dengan kata lain, “bagiku pekerjaanku dan bagimu
pekerjaanmu.” Akhir dari segala amaliah manusia pasti ada balasanya.
Amal baik pasti menghasilkan kebaikan dan yang buruk pasti mendapatkan
keburukan.
Yang dimaksud amalku (perbuatanku)
adalah Nabi Muhammad akan terus mengadakan dakwah. Beliau tidak akan berhenti
menyeruhkan kebaikan, mengajarkan bagaimana taat kepada Allah, memberikan kabar
gembira kepada yang beriman, dan memberikan ancaman bagi yang menolak. Segala
hasil dari amal beliau tidak ada kaitannya dengan orang-orang kafir.
Adapun yang dimaksud amalmu (perbuatanmu
adalah orang-orang kafir diberi keleluasaan untuk terus-menerus mendustakan
agama, tetap dalam kufur dan syirik, berbuat fasad (kerusakan), serta zalim
(aniaya). Amalan orang kafir tidak ada kaitannya dengan amalan Nabi Muhammad.
C. Surah
al-Kahfi Ayat 29
11. Lafal
Ayat :
Allah telah berulang kali memberikan
penegasan bagaimana keadaan orang-orang yang beriman dan imbalannya serta
keadaan orang kafir dengan balasannya. Berikut penjelasan tentang balasan bagi
orang yang zalim dalam Surah al-Kahfi ayat 29.
29.
Dan Katakanlah Muhammad: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah
ia beriman, dan Barangsiapa yang menghendaki (kafir) Biarlah dia kafir".
Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi
orang orang zalim, yang gejolaknya mengepung
mereka. dan jika mereka meminta pertolongan (minum)
, mereka akan diberi air seperti besi yang mendidik yang menghanguskan
wajah. Itulah minuman yang paling buruk
dan tempat istirahat yang paling jelek.
22. Penjelasan
Ayat :
Pada ayat inii, Allah menjelaskan bahwa
kebenaran datang dariNya. Dalam menghadapi kebenaran, tidak ada perbedaan
status antara orang kaya dan miskin, orang yang kuat dan lemah. Oleh karena
itu, manusia dapat merasakan bahwa yang benar memang benar dan disetujui oleh
hati nurani. Dengan diberikannya kesempurnaan akal, manusia dapat menimbang dan
menguji sebuah kebenaran.
Bagi orang yang kafir, mereka akan
menanggung akibat kekafirannya. Orang kafir adalah orang yang menganiaya diri
mereka sendiri. Allah menyediakan tempat bagi mereka di neraka yang apinya akan
mengempungnya. Apabila meminta minum, mereka akan diberi minuman seperti logam
cair yang akan menghanguskan wajah mereka. Mereka tidak akan lepas dari
kehausan. Setiap kali meminumnya, dia justru akan lebih merasakan penderitaan.
D. Surah
al-Hujurat Ayat 10-13
Allah
Swt. Menciptakan manusia dalam berbagai ras dan sifat yang berbeda-beda.
Perbedaan itu mestinya tidak menjadikannyasaling bermusuhan, tetapi menjadi
suatu kenyataan yang harus disikapi dengan penuh kearifan. Apabila perbedaan
itu dapat dijadikan sarana persatuan, akan terwujud kehidupan yang harmonis.
Islam
mengajarkan umatnya untuk senantiasa menjalin hubungan baik dengan sesamanya.
Dalam Surah al-Hujurat Ayat 10-13 ini, kita akan mempelajari bagaimana
seharusnya bergaul dengan sesama yang memiliki berbagai macam perbedaan.
11. Lafal
Ayat :
10. Sesungguhnya
Orang-orang mukmin itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu ( yang berselisih) dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
11.
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang
lain, (karena) boleh Jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).
dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi
yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela satu sama yang lain[1409]
dan jangan saling memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
setelah beriman iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka
Itulah orang-orang yang zalim.
12.
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), sesungguhnya
sebagian pra-sangka itu dosa. dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjingkan sebagian yang lain. Apakah di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
13.
Wahai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
[1409]
Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin
karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410]
Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari,
seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti:
Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.
22. Terjemahan
Ayat :
Dalam Ayat 10, Allah Swt. Menegaskan
bahwa orang-orang mukmin adalah bersaudara. Dalam ayat tersebut, kata saudara
menggunakan kata ikwah bukan ikhwan. Terdapat perbedaan arti antara kedua
peristilahan tersebut meskipun sama-sama merupakan bentuk jamak dari kata
akhun. Kata ikhwah menunjukkan arti saudara sekandung, sedangkan kata ikhwan
berarti teman sejawat. Al-Qur’an menganggap persaudaraan dalam satu agama
bagaikan persaudaraan dalam satu nasab. Meskipun berbeda bangsa, suku bangsa,
adat kebiasaan, warna kulit, kedudukan, dan tingkat sosial, mereka berada dalam
satu ikatan persaudaraan islam. Oleh karena itu, sesama mukmin harus mempunyai
jiwa persaudaraan yang kukuh, sebagaimana diajarkan islam.
Hubungan persaudaraan sesama mukmin
ditegaskan pula oleh Nabi Muhammad Saw. dalam beberapa hadits, diantaranya
hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Musa sebagi berikut:
“ hubungan orang mukmin dengan mukmin
lain, seperti satu bangunan, masing-masing bagiannya saling memperkukuh satu
dengan lainnya. (H. R. Muslim no. 4684).
Persaudaraan merupakan kunci kesuksesan
bagi kita, manakala kita hendak menciptakan dan melestarikan tata kehidupan
masyarakat yang baik. Dalam sejarah tercatat adanya nilai positif atau manfaat
yang ditimbulkan dari persaudaraan. Hal itu telah ditunjukkan Nabi Muhammad
Saw. ketika mempersatukan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Mereka
dipererat Nabi Muhammad Saw. dengan cara mempersaudarakan mereka. Kaum Ansar
telah menolong kaum Muhajirin dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan
keuntungan-keuntungan yang bersifat materi. Mereka hanya mencari keridaan Allah
Swt. Sebaliknya, sejarah juga mencatat bahwa perpecahan menyebabkan kaum
muslimin menjadi lemah dan mudah dikoyak-koyak musuh-musuh islam. Oleh karena
itu, tepatlah pepatah mengatakan “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Ayat 11 merupakan konsekuensi logis dari
makna yang terkandung dalam ayat 10. Jika pada ayat 10 Allah Swt. Menegaskan
bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara, konsekuensinya orang-orang mukmin itu
tidak boleh saling mengolok-olok. Orang yang mengolok-olok belum tentu lebih
baik daripada orang yang diperolok-olok. Olok-olok dapat berupa ejekan atau
perkataan, sindiran, dan kelakar yang bersifat merendahkan diri atau menghina
pihak lain. Mengolok-olok seseorang dapat menimbulkan kemarahan yang akan
menimbulkan pertengkaran atau perkelahian. Oleh karena itu, Allah Swt. Melarang
orang-orang mukmin saling mengolok-olok agar terbina persaudaraan, kesatuan,
dan persatuan.
Selain melarang sesama mukmin saling
mengolok-olok, dalam ayat ini Allah Swt. Juga melarang orang-orang mukmin
mencela dirinya sendiri. Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa
mencela diri sendiri, berarti mencela sesama mukmin karena orang-orang mukmin
itu seperti satu tubuh. Dengan demikian, seorang mukmin yang mencela orang
mukmin lain, berarti sama dengan mencela dirinya sendiri. Perbuatan lain yang
dilarang dalam ayat ini adalah memanggil orang mukmin lain dengan panggilan
atau sebutan buruk. Sebutan atau panggilan yang buruk itu adalah panggilan atau
sebutan yang tidak disukai orang yang dipanggil atau digelarinya. Seperti,
memanggil orang yang beriman dengan sebutan “hai fasik”.
Pada akhir ayat ini, Allah Swt.
Mengingatkan orang yang melakukan kesalahan, harus segera bertaubat. Di antara
cara bertaubat adalah bertekad untuk tidak akan mengulangi kesalahan tersebut.
Orang yang tidak mau bertaubat adalah orang yang zalim.
Masih dalam rangka membina persaudaraan
antara mukmin, dalam ayat 12 Allah Swt. Melarang orang-orang beriman
perprasangka. Prasangka akan menimbulkan dosa. Allah Swt. Juga melarang orang
mukmin mencari-cari kesalahan orang lain, mengunjing, atau menceritakan
keburukan orang lain (gibah). Allah Swt. Menggambarkan orang suka gibah seperti
orang yang makan bangkai saudaranya.
Pada akhir ayat ini, Allah Swt.
Memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk bertakwa. Takwa dalam arti
mengikuti perintah Allah Swt. Dan menjauhi larangan-Nya.
Pada ayat 13, Allah Swt. Menegaskan
bahwa Dia Mahakuasa menciptakan manusia yang pluralistik; beraneka bangsa,
suku, bahasa, adat istiadat, budaya, dan warna kulit. Keanekaragaman dan
kemajemukan manusia itu bukan dimaksudkan untuk memecah belah manusia,
melainkan agar semuanya saling mengenal, bersilaturahmi, berkomunikasi,
memberi, dan menerima. Ayat ini memberikan informasi sekaligus perintah kepada
manusia untuk selalu sadar bahwa dirinya sering cenderung berbuat sesuatu yang
kurang baik. Seperti, suka membanggkan diri, merasa lebih tinggi kedudukannya,
lebih terhormat dari pihak lain, dan mempunyai kecenderungan untuk berpecah
belah. Secara psikologi, tindakan negatif seperti itu sering muncul pada diri
manusia. Pada diri manusia terdapat dorongan-dorongan psikis, seperti dorongan
memiliki, memusuhi, dan berkopentisi. Apabila dorongan-dorongan negatif itu dibiarkan
berkembang dan menguasai diri manusia, akan memunculkan sikap dan perilaku
negatif pula.
Banyak contoh yang dapat kita lihat
dalam kehidupan ini, orang yang memiliki sifat-sifat seperti itu. Misalnya,
tokoh Nazi Jerman (adolf Hitler) tokoh zionis Yahudi (Theoder Herzl), dan tokoh
bekas Yugoslavia (Slobodan Milose dan Rodovan Karazic). Tokoh-tokoh tersebut
merasa bahwa suku bangsanya merupakan kelompok pilihan dan lebih tinggi
derajatnya jika di bandingkan dengan suku-suku yang lain. Hal ini yang selanjutnya
menimbulkan kecenderungan mereka untuk melakukan pemusnahan terhadap ras
manusia lainnya.
Oleh karena itu, penting bagi manusia
untuk mengembangkan dorongan-dorongan positif yang ada pada jiwanya melalui
ajaran-ajaran agama. Hal ini diperkuat ahli ilmu kejiwaan yang menyatakan bahwa
yang dimaksud dorongan positif itu berupa dorongan untuk beragama. Mereka
mengatakan bahwa agama banyak memuat ajaran-ajaran pengendalian diri terhadap
dorongan negatif yang secara inhere ada secara alamiah pada diri manusia.
Islam, dalam satu ajarannya, selalu
menekankan akan kesamaan manusia di hadapan Allah Swt. Hanya ketakwaanlah yang
membedakan antaramanusia di sisi Allah Swt.
Dalam perjalanan hidupnya, manusia
kadang mengalami pasang surut, tidak terkecuali dalam beragama, sebagaimana
disebutkan dalam Surah at-Taubah Ayat 11 yang berbunyi :
11.
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka
itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi
kaum yang mengetahui.
Ayat tersebut menerangkan tentang keadaan
orang-orang yang pernah melanggar ajaran Allah Swt. Namun, apabila mereka itu
bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, mereka itu adalah
saudara-saudara dalam islam. Oleh karena itu, mereka harus di perlakukan
sebagaimana memperlakukan orang-orang mukmin lainnya. Mereka tidak boleh
digangggu atau dimusuhi. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw. bersabda yang
artinya setiap orang Islam (muslim)
terhadap muslim lainnya adalah haram darahnya, harta bendanya, dan
kehormataannya ( H.R. Muslim no.4650).
Sebaliknya, apabila mereka menjadi murtad,
melakukan perbuatan yang mencerca atau merusak Islam, Allah Swt. Menegaskan
agar kita memerangi mereka. Kita harus berlaku bijaksana terhadap orang-orang
tersebut. Kita sadar bahwa secara psikologi, manusia memiliki kelemahan dan ini
yang sering dimanfaatkan iblis.
Atas dasar itu, sangatlah bijaksana,
bahkan wajib apabila seorang muslim dalam pergaulan sehari-hari bersikap dan
berperilaku baik atau menghargai muslim lain yang pernah berbuat salah, tetapi
mau bertaubat. Sangat keliru bagi seseorang yang berperilaku tidak baik
terhadap seorang muslim yang pernah salah dan sudah bertaubat, sedangkan Allah
Swt, Maha Penerima Tobat.
E.
Hadits TentangPergaulan Sesama
Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar