Selasa, 26 Januari 2016

Materi Al-Qur'an Hadits kelas XII Bab IV Toleransi dan Etika dalam Pergaulan



BAB IV : TOLERANSI DAN ETIKA DALAM PERGAULAN

A.     SURAH AL-KAAFIRUUN AYAT 1-6

Surah al-kafirun termasuk surah Makkiyah. Selain nama al-kafirun, surah ni juga dinamakan al-Ibadah, ad-Din, dan al-Muqasqisah (penyembuh). Dinamakan al-Muqasqisah karena kandungannya menyembutkna dan menghilangkan penyakit kemusyrikan. Tema utama surah ini adalah penolakan usul kaum musyrikin untuk penyatuan ajaran agama dalam rangka mencapai kompromi.
1)      Lafal ayat : 


  1. Katakanlah (Muhammad): "Wahai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

2)  Penjelasan Ayat :

Surah al-Kaafiruun diturunkan sekaligus sebagi jawaban atas ajaran tokoh-tokoh kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad saw. Mereka itu antara lain Walid bin Mugirah, al-‘As bin Wa’il as-Sahim, al-Aswad bin Abdul Muttalib, dan Umayyah bin Khalaf. Mereka mengajak Nabi Muhammad saw. agar mau berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan. Mereka akan menyembah Tuhan yang disembah Nabi Muhammad Saw. dalam waktu yang lain, beliau diminta menyembah apa yang mereka sembah.
Surah al-Kaafiruun merupakan pernyataan yang tegas bahwa Tuhan yang disembah Nabi Muhammad Saw. dan para pengikut beliau bukan apa yang disembah orang-orang kafir. Secara tegas, beliau menyatakan bukan penyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir. Sebaliknya, orang-orang kafir pun bukan penyembah Tuhan yang disembah Nabi Muhammad Saw., sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Kaafiruun ayat 1-3. Ayat ini juga menjelaskan tidak mungkin ada titik temu antara Nabi Muhammad Saw. dan tokoh-tokoh kafir tersebut. Hal itu disebabkan kekufuran yang sudah melekat pada diri mereka sehingga tidak ada harapan atau kemungkinan, baik masa kini maupun masa yang akan datang untuk berkerja sama dengan mereka.
Pada ayat 4-5, ditegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. memiliki konsistensi dalam pengabdian. Dalam arti, apa yang beliau sembah tidak akan berubah-ubah. Cara kaum muslimin beribadah adalah berdasarkan petunjuuk Ilahi, sedangkan cara orang kafir berdasarkan hawa nafsu.
Melalui surah ini, Nabi Muhammad Saw. ingin mengajarkan bahwa sebagia orang yang beriman, kita hendaknya memiliki kepribadian yang teguh dan kuat serta tidak tegoyangkan oleh apa pun. Secara psikologis, diakui bahwa pad diri manusia terdapat dua kekuatan (sifat). Siafat yang pertama mampu mengarahkan/mengajak pada kebaikan (nafsu malaikat), sedangkan sifat yang kedua mampu mengajak pada kejahatan/kemungkaran (nafsu setan).
Surah al-kaafiruun ayat 6 merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, yaitu untukmu agamamu dan untukku agamaku. Dengan demikian, masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing.
Ini ditegaskan dalam Surah asy-Syuura ayat 15 yang berbunyi :
  
.......Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".

B.      Surah Yunus Ayat 40-41

Para Nabi terdahulu sebagai Utusan Allah telah berjuang untuk menyampaikan syiar Islam. Namun, di antara umat mereka ada yang beriman dan ada yang tetap durhaka yang akhirnya di azab oleh Allah.

11.   Lafat ayat :

40. Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya ( Al Quran), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
41.Dan Jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan".

22. Penjelasan Ayat :

Pada ayat 40, Allah menegaskan bahwa umat Nabi Muhammad Saw. terbagi menjadi dua dalam menerima Al-Qur’an. Sebagaian beriman dan sebagian tidak beriman. Mereka yang beriman mau menerima Al-Qur’an, mengikuti ajaran Nabi Muhammad, dan mengambil manfaat dari risalah yang beliau bawa. Orang yang tidak beriman selalu mendustakan Nabi Muhammad. Meraka ini akan mati dalam keadaan kafir dan akan dibangkitkan dalam keadaan itu juga. Allah Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang benar-benar beriman dan yang berbuat kerusakan (zalim).
Pada ayat 41, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk tetap tegar dalam menghadapi orang-orang yang mendustakan ajaran beliau. Beliau diperintahkan untuk menyatakan diri bahwa beliau tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Mereka pun tidak akan bertanggung jawab terhadap perbuatan beliau. Dengan kata lain, “bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu.” Akhir dari segala amaliah manusia pasti ada balasanya. Amal baik pasti menghasilkan kebaikan dan yang buruk pasti mendapatkan keburukan.
Yang dimaksud amalku (perbuatanku) adalah Nabi Muhammad akan terus mengadakan dakwah. Beliau tidak akan berhenti menyeruhkan kebaikan, mengajarkan bagaimana taat kepada Allah, memberikan kabar gembira kepada yang beriman, dan memberikan ancaman bagi yang menolak. Segala hasil dari amal beliau tidak ada kaitannya dengan orang-orang kafir.
Adapun yang dimaksud amalmu (perbuatanmu adalah orang-orang kafir diberi keleluasaan untuk terus-menerus mendustakan agama, tetap dalam kufur dan syirik, berbuat fasad (kerusakan), serta zalim (aniaya). Amalan orang kafir tidak ada kaitannya dengan amalan Nabi Muhammad.

C.      Surah al-Kahfi Ayat 29

11.  Lafal Ayat :

Allah telah berulang kali memberikan penegasan bagaimana keadaan orang-orang yang beriman dan imbalannya serta keadaan orang kafir dengan balasannya. Berikut penjelasan tentang balasan bagi orang yang zalim dalam Surah al-Kahfi ayat 29.
  
29. Dan Katakanlah Muhammad: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;  Barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang menghendaki (kafir) Biarlah dia kafir". Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta pertolongan (minum) , mereka akan diberi  air seperti besi yang mendidik yang  menghanguskan wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

22.  Penjelasan Ayat :

Pada ayat inii, Allah menjelaskan bahwa kebenaran datang dariNya. Dalam menghadapi kebenaran, tidak ada perbedaan status antara orang kaya dan miskin, orang yang kuat dan lemah. Oleh karena itu, manusia dapat merasakan bahwa yang benar memang benar dan disetujui oleh hati nurani. Dengan diberikannya kesempurnaan akal, manusia dapat menimbang dan menguji sebuah kebenaran.
Bagi orang yang kafir, mereka akan menanggung akibat kekafirannya. Orang kafir adalah orang yang menganiaya diri mereka sendiri. Allah menyediakan tempat bagi mereka di neraka yang apinya akan mengempungnya. Apabila meminta minum, mereka akan diberi minuman seperti logam cair yang akan menghanguskan wajah mereka. Mereka tidak akan lepas dari kehausan. Setiap kali meminumnya, dia justru akan lebih merasakan penderitaan.

D.      Surah al-Hujurat Ayat 10-13

Allah Swt. Menciptakan manusia dalam berbagai ras dan sifat yang berbeda-beda. Perbedaan itu mestinya tidak menjadikannyasaling bermusuhan, tetapi menjadi suatu kenyataan yang harus disikapi dengan penuh kearifan. Apabila perbedaan itu dapat dijadikan sarana persatuan, akan terwujud kehidupan yang harmonis.
Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menjalin hubungan baik dengan sesamanya. Dalam Surah al-Hujurat Ayat 10-13 ini, kita akan mempelajari bagaimana seharusnya bergaul dengan sesama yang memiliki berbagai macam perbedaan.
11.   Lafal Ayat :
  
10. Sesungguhnya Orang-orang mukmin itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu ( yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
11. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, (karena) boleh Jadi mereka (yang diperolok-olok)  lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela satu sama yang lain[1409] dan jangan saling memanggil dengan gelar-gelar  yang buruk. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk setelah beriman iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
12. Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), sesungguhnya sebagian pra-sangka itu dosa. dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjingkan sebagian yang  lain. Apakah di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?  tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
13. Wahai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

[1409] Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410] Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.


22.  Terjemahan Ayat :

Dalam Ayat 10, Allah Swt. Menegaskan bahwa orang-orang mukmin adalah bersaudara. Dalam ayat tersebut, kata saudara menggunakan kata ikwah bukan ikhwan. Terdapat perbedaan arti antara kedua peristilahan tersebut meskipun sama-sama merupakan bentuk jamak dari kata akhun. Kata ikhwah menunjukkan arti saudara sekandung, sedangkan kata ikhwan berarti teman sejawat. Al-Qur’an menganggap persaudaraan dalam satu agama bagaikan persaudaraan dalam satu nasab. Meskipun berbeda bangsa, suku bangsa, adat kebiasaan, warna kulit, kedudukan, dan tingkat sosial, mereka berada dalam satu ikatan persaudaraan islam. Oleh karena itu, sesama mukmin harus mempunyai jiwa persaudaraan yang kukuh, sebagaimana diajarkan islam.
Hubungan persaudaraan sesama mukmin ditegaskan pula oleh Nabi Muhammad Saw. dalam beberapa hadits, diantaranya hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Musa sebagi berikut:
“ hubungan orang mukmin dengan mukmin lain, seperti satu bangunan, masing-masing bagiannya saling memperkukuh satu dengan lainnya. (H. R. Muslim no. 4684).
Persaudaraan merupakan kunci kesuksesan bagi kita, manakala kita hendak menciptakan dan melestarikan tata kehidupan masyarakat yang baik. Dalam sejarah tercatat adanya nilai positif atau manfaat yang ditimbulkan dari persaudaraan. Hal itu telah ditunjukkan Nabi Muhammad Saw. ketika mempersatukan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Mereka dipererat Nabi Muhammad Saw. dengan cara mempersaudarakan mereka. Kaum Ansar telah menolong kaum Muhajirin dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan-keuntungan yang bersifat materi. Mereka hanya mencari keridaan Allah Swt. Sebaliknya, sejarah juga mencatat bahwa perpecahan menyebabkan kaum muslimin menjadi lemah dan mudah dikoyak-koyak musuh-musuh islam. Oleh karena itu, tepatlah pepatah mengatakan “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Ayat 11 merupakan konsekuensi logis dari makna yang terkandung dalam ayat 10. Jika pada ayat 10 Allah Swt. Menegaskan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara, konsekuensinya orang-orang mukmin itu tidak boleh saling mengolok-olok. Orang yang mengolok-olok belum tentu lebih baik daripada orang yang diperolok-olok. Olok-olok dapat berupa ejekan atau perkataan, sindiran, dan kelakar yang bersifat merendahkan diri atau menghina pihak lain. Mengolok-olok seseorang dapat menimbulkan kemarahan yang akan menimbulkan pertengkaran atau perkelahian. Oleh karena itu, Allah Swt. Melarang orang-orang mukmin saling mengolok-olok agar terbina persaudaraan, kesatuan, dan persatuan.
Selain melarang sesama mukmin saling mengolok-olok, dalam ayat ini Allah Swt. Juga melarang orang-orang mukmin mencela dirinya sendiri. Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa mencela diri sendiri, berarti mencela sesama mukmin karena orang-orang mukmin itu seperti satu tubuh. Dengan demikian, seorang mukmin yang mencela orang mukmin lain, berarti sama dengan mencela dirinya sendiri. Perbuatan lain yang dilarang dalam ayat ini adalah memanggil orang mukmin lain dengan panggilan atau sebutan buruk. Sebutan atau panggilan yang buruk itu adalah panggilan atau sebutan yang tidak disukai orang yang dipanggil atau digelarinya. Seperti, memanggil orang yang beriman dengan sebutan “hai fasik”.
Pada akhir ayat ini, Allah Swt. Mengingatkan orang yang melakukan kesalahan, harus segera bertaubat. Di antara cara bertaubat adalah bertekad untuk tidak akan mengulangi kesalahan tersebut. Orang yang tidak mau bertaubat adalah orang yang zalim.
Masih dalam rangka membina persaudaraan antara mukmin, dalam ayat 12 Allah Swt. Melarang orang-orang beriman perprasangka. Prasangka akan menimbulkan dosa. Allah Swt. Juga melarang orang mukmin mencari-cari kesalahan orang lain, mengunjing, atau menceritakan keburukan orang lain (gibah). Allah Swt. Menggambarkan orang suka gibah seperti orang yang makan bangkai saudaranya.
Pada akhir ayat ini, Allah Swt. Memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk bertakwa. Takwa dalam arti mengikuti perintah Allah Swt. Dan menjauhi larangan-Nya.
Pada ayat 13, Allah Swt. Menegaskan bahwa Dia Mahakuasa menciptakan manusia yang pluralistik; beraneka bangsa, suku, bahasa, adat istiadat, budaya, dan warna kulit. Keanekaragaman dan kemajemukan manusia itu bukan dimaksudkan untuk memecah belah manusia, melainkan agar semuanya saling mengenal, bersilaturahmi, berkomunikasi, memberi, dan menerima. Ayat ini memberikan informasi sekaligus perintah kepada manusia untuk selalu sadar bahwa dirinya sering cenderung berbuat sesuatu yang kurang baik. Seperti, suka membanggkan diri, merasa lebih tinggi kedudukannya, lebih terhormat dari pihak lain, dan mempunyai kecenderungan untuk berpecah belah. Secara psikologi, tindakan negatif seperti itu sering muncul pada diri manusia. Pada diri manusia terdapat dorongan-dorongan psikis, seperti dorongan memiliki, memusuhi, dan berkopentisi. Apabila dorongan-dorongan negatif itu dibiarkan berkembang dan menguasai diri manusia, akan memunculkan sikap dan perilaku negatif pula.
Banyak contoh yang dapat kita lihat dalam kehidupan ini, orang yang memiliki sifat-sifat seperti itu. Misalnya, tokoh Nazi Jerman (adolf Hitler) tokoh zionis Yahudi (Theoder Herzl), dan tokoh bekas Yugoslavia (Slobodan Milose dan Rodovan Karazic). Tokoh-tokoh tersebut merasa bahwa suku bangsanya merupakan kelompok pilihan dan lebih tinggi derajatnya jika di bandingkan dengan suku-suku yang lain. Hal ini yang selanjutnya menimbulkan kecenderungan mereka untuk melakukan pemusnahan terhadap ras manusia lainnya.
Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk mengembangkan dorongan-dorongan positif yang ada pada jiwanya melalui ajaran-ajaran agama. Hal ini diperkuat ahli ilmu kejiwaan yang menyatakan bahwa yang dimaksud dorongan positif itu berupa dorongan untuk beragama. Mereka mengatakan bahwa agama banyak memuat ajaran-ajaran pengendalian diri terhadap dorongan negatif yang secara inhere ada secara alamiah pada diri manusia.
Islam, dalam satu ajarannya, selalu menekankan akan kesamaan manusia di hadapan Allah Swt. Hanya ketakwaanlah yang membedakan antaramanusia di sisi Allah Swt.
Dalam perjalanan hidupnya, manusia kadang mengalami pasang surut, tidak terkecuali dalam beragama, sebagaimana disebutkan dalam Surah at-Taubah Ayat 11 yang berbunyi :

  
11. Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.
Ayat tersebut menerangkan tentang keadaan orang-orang yang pernah melanggar ajaran Allah Swt. Namun, apabila mereka itu bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, mereka itu adalah saudara-saudara dalam islam. Oleh karena itu, mereka harus di perlakukan sebagaimana memperlakukan orang-orang mukmin lainnya. Mereka tidak boleh digangggu atau dimusuhi. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya setiap orang Islam (muslim) terhadap muslim lainnya adalah haram darahnya, harta bendanya, dan kehormataannya ( H.R. Muslim no.4650).
Sebaliknya, apabila mereka menjadi murtad, melakukan perbuatan yang mencerca atau merusak Islam, Allah Swt. Menegaskan agar kita memerangi mereka. Kita harus berlaku bijaksana terhadap orang-orang tersebut. Kita sadar bahwa secara psikologi, manusia memiliki kelemahan dan ini yang sering dimanfaatkan iblis.
Atas dasar itu, sangatlah bijaksana, bahkan wajib apabila seorang muslim dalam pergaulan sehari-hari bersikap dan berperilaku baik atau menghargai muslim lain yang pernah berbuat salah, tetapi mau bertaubat. Sangat keliru bagi seseorang yang berperilaku tidak baik terhadap seorang muslim yang pernah salah dan sudah bertaubat, sedangkan Allah Swt, Maha Penerima Tobat.

E.       Hadits TentangPergaulan Sesama Muslim






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar